Sabtu, 01 Agustus 2020

ASAL USUL HARI TARWIYAH, HARI ARAFAH DAN HARI NAHAR

Hari Tarwiya berasal dari perkataan ‘Rawa-yarwi’  yang bermakna menceritakan, meriwayatkan, mengisahkan, mengeluarkan, memancarkan, melewatkan, mengantarkan, mengairi dan memberi minum.
Mengomentari mengenai “tarwiyah” salah seorang ulama bernama Imam Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitabnya “Al-Mughni”, beliau memaparkan dan menjelaskan kenapa sebab dinamakan hari ke 8 Zulhijah itu dengan hari Tarwiyyah. Dalam pandangan beliau setidaknya ada dua indikator (alasan) kenapa hari itu dinamakan Hari Tarwiyah. (kitab Al-Mughni 3/249).
Alasa pertama, mereka yang beribadah haji pada hari ke 8 Zulhijah, setelah berihram, mereka menuju Mina untuk bermalam dan keesokan harinya mereka akan menuju Arafah. Pada saat di Mina itu para jemaah (seperti yang dikatakan Ibnu Qudamah) mempersiapkan air sebagai bekal untuk dibawa berwukuf di Arafah. Menyiapkan air ini diistilahkan dan mempunyai asal kata yang sama dengan ‘Yatarawwauna’ kerana inilah hari ke 8 itu dinamakan Hari Tarwiyah.
Alasan Kedua, dinamakan “Tarwiyah”(hari berfikir) kerana di malam hari Tarwiyah itu Nabi Ibrahim as mendapatkan mimpi pertama kali dari Allah untuk menyembelih puteranya Nabi Ismail as. Seharian Baginda a.s. berfikir dan “bertanya-tanya” kepada dirinya apakah perintah itu datangnya dari Allah atau dari syaitan. “Bertanya-tanya” itu juga diistilahkan dengan bahasa “Yurawwi” dan itu sebab dinamakan hari itu sebagai Hari Tarwiyah.
Dan ketika mimpi itu datang untuk kedua kalinya di malam hari Arafah, Nabi Ibrahim a.s. akhirnya meyakini bahawa itu perintah dari Allah bukan dari syaitan. “Arafa” dalam bahasa Arab bermaksud adanya pengetahuan atau mengetahui. Maka karana itulah hari ke 9 Zulhijah dinamakan “Hari Arafah” yang bermakna hari tahu atau mengerti perintah dari-Nya.
Kisah monumental tersebut tepatnya pada hari Tarwiyah inilah Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah untuk menyembelih anak kesayangannya dari Siti Hajar, Ismail a.s. Perintah ini tertuang dalam surah As Saffat ayat 102-107 dengan bunyinya :
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”(QS. Ash-Shafat: 102-107)
Maka pada malam itu dan pagi harinya, Ibrahim dengan sangat gelisah terus menerus merenung dan berpikir, apakah mimpinya ini berasal dari Allah SWT ataukah dari syaitan. Karena ragu tentang kebenaran mimpinya, maka Ibrahim tidak segera melaksanakan perintah itu di siang hari. Ia masih terus berpikir.
Hingga pada malam kesembilan, Ibrahim kembali bermimpi dengan perintah yang sama, menyembelih Ismail. Mimpi yang sama untuk kedua kalinya ini membuat Ibrahim yakin bahwa mimpinya itu merupakan perintah Allah SWT. Karenanya hari kesembilan disebut hari Arafah (mengetahui).
Pada malam kesepuluh, Ibrahim bermimpi lagi untuk ketiga kalinya dengan mimpi yang sama persis. Maka keesokan harinya pada 10 Zulhijah, di pagi hari, ia melaksanakan perintah itu. Karenanya hari kesepuuh ini dinamakan hari Nahar, yang artinya menyembelih.
Semoga Kita Semua Mendapat Barokahnya